Penjelasan Singkat - Tuntas dari A sampai Z, Tentang Hukum Shaf Renggang saat Wabah


Dalam permasalahan shaf rapat atau renggang Para Ulama saat ini terbagi menjadi 2 pendapat :

✅ Para Ulama Kontemporer (Saat ini) yang melarang shaf renggang :

☑️ Syeikh Abdul Muhsin al Abbad, akan tetapi sejak Ahad, 8 Syawal 1441 H, beliau mengeluarkan fatwa baru yaitu  membolehkan renggang sesuai aturan pemerintah arab saudi. 

☑️ Syeikh Ali Abu Haniyah al Maqdisy, Beliau berkata : 

Sebagian ulama memandang bahwa orang yang shalat dengan cara demikian (Merenggangkan Shaf), dianggap sebagai shalat sendirian bukan shalat berjama’ah, karena jama’ahnya saling berjauhan dan tidak merapatkan shaf serta tidak meluruskannya.

Saya Nyatakan cara seperti ini tidak disyariatkan, tapi di sisi lain saya tidak mampu mengatakan bahwa shalat seperti ini tidak sah karena adanya sebagian ulama yang memfatwakan bolehnya shalat dengan cara seperti ini. Namun saya nyatakan, shalat di rumah lebih baik daripada shalat dengan cara seperti ini. 

Ali Abu Haniyyah Al Maqdisi

1 Ramadhan 1441H

☑️ Syeikh Ali Hasan al Halaby

Sejak munculnya masalah ini pertama kalinya, maka saya bersikap pertengahan -walhamdulillah-. Saya berpendapat shalat yang demikian tetap sah, namun terdapat mukhalafah (kekeliruan) karena renggangnya shaf padahal merapatkan shaf itu wajib dan wajib pula merapikan shaf. 

Dan guru kami, Syaikh Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad, telah memfatwakan bahwa shalat yang demikian dianggap shalat sendirian.

(Dab Syeikh Abdul Muhsin sudah merubah Fatwa nya) 


✅ Para Ulama Sekarang yang membolehkan shaf renggang :

☑️ Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili

Beliau Berkata :

Hukum asalnya shalat itu dengan merapatkan shaf. Menurut jumhur ulama, makruh hukumnya shalat yang terputus shafnya. Sedangkan adanya hajat menggugurkan kemakruhan. Dan adanya kebutuhan untuk itu di masa ini, sangat mendesak sekali. Maka boleh shalat dengan shaf renggang berjauhan dengan syarat dalam satu shaf ada lebih dari satu orang.

☑️ Syaikh Sa’ad Asy Syatsri

Beliau Berkata :

Perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak.

Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ

“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR.  Bukhari no.723, Muslim no.433)

Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab bukan termasuk rukun atau wajib shalat. Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. 

Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:

ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ

“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).

Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib.

Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. 

Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang ia menyelisihi para fuqaha. Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.

Doa berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim dari Utsman bin Abi Al-‘Ash, dia berkata;

يا رَسولَ اللهِ، إنَّ الشَّيْطَانَ قدْ حَالَ بَيْنِي وبيْنَ صَلَاتي وَقِرَاءَتي يَلْبِسُهَا عَلَيَّ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ذَاكَ شيطَانٌ يُقَالُ له خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ باللَّهِ منه، وَاتْفِلْ علَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا قالَ: فَفَعَلْتُ ذلكَ فأذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّي

Wahai Rasulullah, setan telah menghalangi antara aku dan shalatku serta mengacaukan bacaanku. Maka Rasulullah Saw bersabda; Itu adalah setan yang disebut dengan Khanzab. Jika engkau merasakan sesuatu (gangguan), maka bacalah ta’awwudz dan meniuplah ke kiri tiga kali.’ Utsman mengatakan; ‘Aku pun melakukan itu, dan Allah pun menghilangkan was-was setan dariku.’

☑️ Syaikh Musthafa Al Adawi

تجوز مع عندنا نصوصا لكن الضرورة تجوز المحظورة

 “Hal ini dibolehkan walau ada nash-nash (yang memerintahkan untuk merapatkan), namun kondisi darurat membolehkan yang tidak dibolehkan”

☑️ Syaikh Utsmain Al Khamis

Beliau mengatakan:

Perkaranya kembali kepada izin pemerintah. Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat jum’at dengan tata cara seperti ini maka ini tidak mengapa”.

✅ Pendapat Ulama terdahulu dalam merapatkan shaf

☑️ Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Sesuai pendapat yang menyatakan meluruskan shaf hukumnya wajib, akan tetapi shalat orang yang tidak meluruskan shaf tetaplah sah.” 

(Fath al-Bari, cet. Dar al-Ma’rifah, jilid II, hal. 210).

☑️ Merenggangkan shaff karena udzur/sebab atau hajah mu'tabarah diperbolehkan dan sah. Ar-Ramli Rahimahullah menjelaskan : 

إن كان تأخرهم عن سد الفرجة لعذر كوقت الحر بالمسجد الحرام؛ لم يكره لعدم التقصير

"Apabila penundaan mereka untuk mengisi lubang shaff karena udzur seperti waktu panas di Masjidil-Haraam, maka tidak dimakruhkan karena tidak adanya faktor kelalaian" 

Shaf yang (Bolong) tidak rapat saat panas diperbolehkan apalagi saat wabah

[Nihaayatul-Muhtaaj ilaa Syarh Al-Minhaaj, 2/197].

☑️ Ibnu Taimiah juga berkata: “Dan shalat orang yang sendirian (di belakang shaf) karena sebuah udzur hukumnya sah, sama dengan pendapat Mazhab Hanafi, dan jika ia tidak mendapat tempat selain di belakang shaf, maka lebih afdhal ia shalat sendirian, dan tidak menarik orang yang di depannya.” 

Shalat orang yang sendirian dibelakang shaf saja sah apalagi shalat yang tidak rapat. 

(Al-Fatawa al-Kubra, cet. Dar Kutub al-Ilmiyah, jilid V, hal. 348).

✅ Sebab Perbedaan Pendapat

☑️ Apakah merapatkan shaf itu wajib ataukah sunnah?

☑️ Sekiranya wajib, apakah adanya wabah menjadi udzur untuk menggugurkan perkara yang wajib?

Ulama yang membolehkan shalat dengan shaf renggang di masa wabah, mereka berpegang pada pendapat jumhur ulama bahwa merapatkan shaf tidaklah wajib. 

Sebagaimana ini dijelaskan dengan sangat terang oleh Syaikh Sa’ad Asy Syatsri dan Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili di atas. 

Atau, andaikan wajib maka kewajiban ini gugur dengan adanya udzur berupa kondisi wabah, sebagaimana zahir dari fatwa Syaikh Musthafa Al ‘Adawi. 

☑️ Sedangkan ulama yang melarang shalat dengan shaf renggang berpegang pada pendapat bahwa merapatkan shaf hukumnya wajib. Dan adanya wabah tidak menggugurkan kewajiban ini. 

____

Kecenderungan Kami :

✅ Ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang longgar, yang para ulama pun berlonggar-longgar menyikapinya. Sehingga kita pun hendaknya bersikap longgar sebagaimana longgarnya para ulama. Kita bertoleran kepada orang lain yang beda pendapat dalam masalah ini, dan tidak mengingkari praktek shalat dengan shaf renggang, karena dikuatkan oleh banyak fatawa para ulama Ahlussunnah.

✅ Hati kami lebih tenang pada pendapat yang pertama, yaitu shalat dengan shaf rapat. Mengingat dalil-dalil yang zahirnya menunjukkan kewajiban merapatkan shaf dan Pendapat Dokter Ahli Biomedik seperti Prof. DR. Dr. H. Yuwono, M.Biomed bahwa maksud menjaga jarak itu adalah menjaga jarak dari orang sakit bukan dari orang sehat. 

Namun kami tetap berkeyakinan bahwa shalat seperti dengan shaf renggang adalah tetap  sah. 

✅ Bagi yang mengambil pendapat Shaf rapat, kemudian mendapatkan masjid yang menerapkan shaf renggang lalu ada keraguan dalam hati shalat akan diganggu syeitan karena ada celah di antara makmum, maka bisa dengan solusi membaca Doa berlindung dari syetan yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Yaitu Doa dari hadis riwayat Imam Muslim dari Utsman bin Abi Al-‘Ash, dia berkata;

يا رَسولَ اللهِ، إنَّ الشَّيْطَانَ قدْ حَالَ بَيْنِي وبيْنَ صَلَاتي وَقِرَاءَتي يَلْبِسُهَا عَلَيَّ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ذَاكَ شيطَانٌ يُقَالُ له خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ باللَّهِ منه، وَاتْفِلْ علَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا قالَ: فَفَعَلْتُ ذلكَ فأذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّي

Wahai Rasulullah, setan telah menghalangi antara aku dan shalatku serta mengacaukan bacaanku. Maka Rasulullah Saw bersabda; Itu adalah setan yang disebut dengan Khanzab. Jika engkau merasakan sesuatu (gangguan), maka bacalah ta’awwudz dan meniuplah ke kiri tiga kali.’ Utsman mengatakan; ‘Aku pun melakukan itu, dan Allah pun menghilangkan was-was setan dariku.’

____

Ustadz Khudori

Mudir Pesantren Inklusi Griya Sunnah Cileungsi Bogor wa.me/6281317002011 








0 Komentar