FITHRAH MANUSIA ASPEK PENDIDIKAN KEEMPAT


Oleh : Ustadz Yusuf Utsman Baisa
____
Secara umum fenomena pendidikan di Indonesia berpegang kepada konsep “Taksonomi” yang digagas oleh Benyamin Bloom, dimana aspek pendidikan hanya ada tiga : 
 
☑️ Kognitif (Otak)
☑️ Afektif (Emosi) dan 
☑️ Psikomotorik (Otot dan Syaraf).

Akibatnya muncul pertanyaan : Apakah aspek pendidikan untuk pembinaan iman dan takwa?

Jika dikatakan “Kognitif”, maka sudah jelas salah, karena iman dan takwa bukan domainnya otak, jika dikatakan “Afektif”, maka salah pula karena afektif adalah emosi yang tidak lain adalah hawa nafsu, padahal iman dan takwa adalah keyakinan dan kesiapan penuh untuk taat tanpa keraguan dan kebimbangan, sudah tentu hal ini bukan urusan perasaan ataupun emosi.
Jika dikatakan “Psikomotorik” sudah tentu tertolak sama sekali, karena iman dan takwa bukan domainnya otot dan syaraf yang tidak lain adalah tubuh dan jasad.

Dari kenyataan diatas tergambar sudah bahwa iman dan takwa bukanlah domain untuk ketiga ranah tersebut diatas, hal ini akan semakin meyakinkan jika kita merujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena keduanya mengarahkan kita kepada “Fithrah” sebagai aspeknya.

Allah Subhanahu wataala berfirman :

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِیۤ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّیَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰۤ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ شَهِدۡنَاۤۚ أَن تَقُولُوا۟ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَـٰذَا غَـٰفِلِینَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “

[Surat Al-A'raf: 172]

Ayat 172 pada surat al-a’raf di atas, adalah ayat yang terkenal disebut sebagai ayat fithrah – menjelaskan dengan terang-benderang bagaimana kejadian saat pertama kali Allah meletakkan fithrah pada cikal-bakal manusia, sebelum manusia memiliki fisik.

Hadits-hadits yang shahihpun menjelaskan bagaimana saat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
رَوَاهُ مُسْلِمٌ

“Ketakwaan ada disini, sambil menunjuk kearah dada”, hal ini menunjukkan bahwa ketakwaan letaknya didalam jiwa manusia.
 “Fithrah” yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut “hati nurani” adalah “bashirah” yaitu alat penglihatan yang berfungsi membantu akal fikiran dalam memandang nilai-nilai kebenaran.
 
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah membuat perumpamaan “Fungsi fithrah dalam menangkap kebenaran seperti kemampuan retina mata dalam melihat matahari, sehingga jika mata dibiarkan tanpa penutup dia akan mampu melihat matahari, begitupula fithrah jika dibiarkan terbuka dan tidak tertutupi oleh kebatilan maka dia akan mampu melihat kebenaran”.


Dari “Fithrah” inilah lahirnya kecerdasan spiritual, pada saat petunjuk dan arahannya diperhatikan oleh akal fikiran dan kondisi hawa nafsu (emosi) dalam keadaan stabil dan terkendali.

Bertolak dari keyakinan bahwa “fithrah” adalah aspek pendidikan keempat inilah, maka pembinaan karakter dan mental bisa dilaksanakan dengan mudah, sistematis dan tepat sasaran.

Dimana tiga unsur kekuatan yang ada didalam jiwa manusia bisa dibina secara simultan, sehingga ketiganya bisa bersinergi dan berkolaborasi untuk menghasilkan kecerdasan yang layak bagi seorang manusia yang akan menjadi khalifah Allah dimuka bumi ini. 

Ketiga unsur tersebut adalah :
1. “Akal fikiran”, untuk menjadi cerdas membutuhkan ilmu yang bermanfaat dan pengalaman yang berhasil diterapkan dan biasa disebut dengan istilah “hikmah”.

2. “Fithrah”, untuk menjadi cerdas membutuhkan kebenaran-kebenaran yang datang karena dibawa oleh para rosul dan nabi, yaitu berupa wahyu dari Allah Taala.

3. “Hawa nafsu”, untuk menjadi cerdas membutuhkan bimbingan dan arahan yang terus menerus agar mampu bersabar dalam ketaatan ; tidak berbuat dosa dan maksiat ; tidak mengeluh dan putus asa dihadapan musibah ; terus bersemangat dalam menuntut ilmu ; mampu bersyukur atas setiap ni’mat Allah.

Dengan terbinanya ketiga unsur ini akan lahirlah karakter yang mulia, mentalitas yang tangguh dan sikap leadership yang bersahaja serta berwibawa.

Maka beranjak dari sinilah kurikulum pembinaan itu disusun, dilengkapi dengan segala perangkatnya dan berbagai program pendukungnya.
____

0 Komentar