Ditelan atau Dimuntahkan..?

Hadits Bolehnya Melanjutkan Makan Sahur Meski Adzan Sudah Berkumandang, Ternyata... 




To The Point ;

✅ Terdapat empat hadits tentang bolehnya melanjutkan mengunyah makanan meskipun sudah terdengar adzan Subuh. Namun semua haditsnya lemah, tidak ada satupun yang shahih satupun.

✅ Riwayat paling masyhur adalah hadits dari Abu Hurairah رضي الله تعالى عنه:

"Jika salah satu di antara kalian mendengar adzan sementara wadah makanan masih berada di tangannya, janganlah diletakkan hingga ia menyelesaikan hajatnya." 

Hadits ini memiliki ilal (cacat hadits) dikarenakan menyendirinya Hammad bin Salamah dan terjadi idhthirab (guncangan) di dalam riwayat tersebut. Ilal ini disampaikan oleh Imam Abu Hatim Ar Razi dan ketentuan hukum yang disandarkan kepada hadits tersebut diingkari oleh An Nasa'i.

✅ Hadits Abu Hurairah di atas, tidak diamalkan oleh sebagian besar ulama. Mereka menganggap hadits ini syadz (nyeleneh/janggal), menyelisihi nash syar'i yang shahih dan tegas.

✅ Nash Syari yang dimaksud adalah Sabda Nabi ﷺ: 

"Maka makan dan minumlah hingga terdengar adzan Ibnu Ummi Maktum," 

Hadits ini dijadikan pelarangan makan dan minum sejak terdengarnya adzan Ibnu Ummi Maktum رضي الله تعالى عنهما (Adzan Shubuh) 

✅ Disebutkan ada 6 hadits berkaitan dengan keringanan untuk makan sahur setelah terbit fajar shadiq, namun semua hadits itu ma'lul (terdapat ilal) dan dalalah-nya masih muhtamal (ada kemungkinan-kemungkinan yang berbeda dengan yang sebagian kita yakini selama ini).

✅ Riwayat paling masyhur adalah dari Hudzaifah bin Al Yaman saat ditanya tentang waktu sahurnya bersama Nabi ﷺ, ia mengatakan: 

"Saat sudah siang namun matahari belum terbit." 

Riwayat ini juga dilemahkan oleh para imam. Yang benar itu adalah riwayat sahurnya Zir bin Hubaisy bersama Hudzaifah.


✅ Diriwayatkan akan sahur setelah terbitnya fajar dari 5 shahabat (Abu Bakar, Ali, Hudzaifah, Sa'ad dan Ibnu Mas'ud). Namun riwayat ini tidak sharih (tegas), tak ada satupun yang shahih kecuali riwayat dari Hudzaifah رضي الله تعالى عنه.

✅ Pendapat bolehnya makan sahur hingga setelah terbit fajar di cakrawala, disebutkan berdasarkan dari riwayat Hudzaifah. 

Pendapat seperti ini dikemukakan oleh sebagian kecil dari kalangan tabi'in. Akan tetapi pendapat itu syadz (nyeleneh) dan ditinggalkan. Tak ada ulama yang berdalil dengannya baik di masa Salaf maupun Khalaf. Karena pendapat ini menyelisihi Sunnah Nabi ﷺ yang shahih akan terlarangnya makan dan minum saat terbit fajar shadiq.

✅ Hal ini bertentangan pula dengan pandangan jumhur. Umumnya ulama mengatakan bahwa,


إذا طلع الفجر وفي فمه طعامٌ فإ نه يلفظه ولا يبتلعه


"Jika fajar telah terbit dan di mulut masih ada makanan, maka buanglah dan jangan ditelan."


Imam An Nawawi menyebutkan,

من طلع الفجر وفي فيه طعام فليلفظه ويتم صومه فإن ابتلعه بع د علمه بالفجر بطل صومه وهذا لا خلاف فيه

"Siapa yang saat terbit fajar di mulutnya masih ada makanan, maka buanglah dan sempurnakan puasanya. Maka apabila ia menelannya setelah ia tahu telah tiba waktu fajar, maka batal puasanya. Tak ada perselisihan pendapat tentang hal ini." (Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab: 6/311)

✅ Masuknya fajar shadiq adalah waktu dimulainya berpuasa. Ia adalah benang putih yang terang benderang di ufuk. Pendapat yang memaksudkan dengannya hanya penyebaran cahaya di antara rumah ke rumah adalah pendapat lemah yang tidak dijadikan dalil oleh kebanyakan ulama.

✅ Penghalang makan sahur adalah dengan terbitnya fajar shadiq dan adzan yang mana dengannya, mu'adzdzin memberitahukan kepada orang-orang akan terbitnya fajar. Pemberitahuan ini sudah disepakati. Hal ini diperselisihkan apabila terjadi kesalahan dari mu'adzdzin (misal adzan terlalu cepat dari waktu yang seharusnya) atau karena keraguan (akan masuk atau belumnya fajar) juga selainnya.

✅ Penggunaan metode hisab falaki dalam menentukan masuknya waktu shalat ini diperbolehkan apabila tidak mendahului atau mengakhirkan kesaksian/penglihatan akan munculnya fajar secara yakin. Penentuan masuknya waktu fajar ini yang lebih tepat untuk dijadikan pertimbangan dan diamalkan.

✅ Jika penentuan waktu shalat fajar ini sudah dianggap tepat, maka wajib berpatokan dengan waktu tersebut. Bila penentuannya tidak tepat, wajib baginya untuk mengetahui cara menghitung atau menentukan (masuknya waktu shalat fajar) disertai dengan mengetahui tanda-tanda terbitnya. Atau ia mengikuti (taqlid) saja pada para ulama yang dipercaya kemampuan dan pengetahuan agamanya mumpuni. Maka wajib bagi mereka taqlid pada kalender waktu shalat (sepanjang masa) yang telah ditetapkan secara resmi oleh para ulama terpercaya dan hendaknya kaum Muslimin condong kepada ketetapan mereka tersebut.

✅ Maka sikap yang tepat dalam masalah ini hendaknya kita menggabungkan semua hadits dan atsar sehingga mendapatkan pemahaman yang jelas akan hakikat fajar shadiq dan mempelajarinya dengan seksama.

Wallahu Alam

_____

Dinukil Dari ;

Risalah As Sahur Ma'a Adzanil Fajri Ats Tsaniy Aw Ba'dihi. 

Karya Asy Syaikh Dr. 'Ammar bin Ahmad Ash Shayaashinah حفظه الله تعالى

Ustadz Khudori SH, STh. I, MPd


0 Komentar