Hukum Tinta Pemilu terhadap Sahnya Wudhu


Bagi kaum muslimin yang akan mencoblos maka bab ini sangatlah penting untuk difahami. Bagi yang tidak, sebaiknya tetap menyimak tulisan ini karena masalah tinta tidak hanya sebatas saat mencoblos saja.


Tinta adalah salah satu zat cair yang menempel di kulit. Apakah keberadaannya menjadi penghalang air wudhu atau tidak. Karena tinta pemilu biasanya akan luntur sampai 3 hari. Begini pembahasannya 


Dalam Riwayat Ahmad dituliskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang shalat, sementara di Punggung kakinya ada selebar koin yang belum tersentuh air. Kemudian beliau menyuruh orang ini untuk mengulangi wudhunya. 


أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي، وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ، قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ ” فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ 


(HR. Ahmad 15495 dan dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth).


Berkaitan dengan hadis Umar di atas, imam an-Nawawi berpendapat: 


فِي هَذَا الْحَدِيث أَنَّ مَنْ تَرَكَ جُزْءًا يَسِيرًا مِمَّا يَجِب تَطْهِيره لَا تَصِحّ طَهَارَته وَهَذَا مُتَّفَق عَلَيْهِ،


Dalam hadis ini terdapat kesimpulan bahwa orang yang meninggalkan sebagian anggota yang wajib dibasuh maka wudhunya tidak sah. Ini perkara yang disepakati. 


(Syarh Muslim karya an-Nawawi, 3/132).


Bagaimana dengan Hukum tinta setelah mencoblos apakah Menghalangi air wudhu atau tidak, Begini urutan hukumnya:


✓ Jika Tinta yang digunakan berasal dari bahan yang menutupi anggota wudhu seperti Cat, karet dan yang sejenisnya sehingga air tidak bisa mengenai permukaan kulit anggota wudhu itu, maka Imam An-Nawawi berpendapat:


إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل


Apabila sebagian anggota wudhu tertutup cat atau lem, atau kutek atau semacamnya, sehingga bisa menghalangi air sampai ke permukaan kulit anggota wudhu, maka wudhunya batal, baik sedikit maupun banyak. 


(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 1/467).


✓ Jika Bahan Tinta berasal dari materi yang Tidak menghalangi air sampai ke permukaan kulit anggota wudhu.

Maka Imam Nawawi berpendapat bahwa wudhunya sah, meskipun ada bekasnya di kulit, misal bekas warna atau semacamnya. An-Nawawi melanjutkan penjelasannya,


ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه ، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته


Jika di tangan masih ada bekas pacar kuku, dan warnanya, namun zatnya sudah hilang, atau bekas minyak kental, di mana air masih bisa menyentuh kulit anggota wudhu dan bisa mengalir di kulit anggota wudhu, meskipun tidak tertahan, wudhunya sah. 


(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 1/468).


Berkenaan dengan Warna Tinta dan Zat Tinta Penulis Kitab Ianatuthalibin memiliki pendapat yang unik. Berikut penjelasannya..


قوله: (وأثر حبر وحناء) أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر

والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شيء

Penulis Berkata : ( Bekas tinta atau Pacar/Hena, Tidak Masalah ) yaitu begitu juga berlaku bagi selain bekas tinta dan hena tidak mengapa.

Maksud dari Bekas adalah Sebatas warnanya saja yang sekiranya dikerik atau digosok tidak menghasilkan Dzat Tinta nya ( Yang kering atau bekas lengketannya). Yang seperti ini juga tidak masalah.


Intinya Zat zat seperti Hena maka hukumnya tidak mengapa. Karena meskipun meninggalkan warna tapi air wudhu tetap Bisa mencapai permukaan kulit.


Maka Tinta pemilu yang digunakan selama ini di Indonesia sudah berdasarkan fatwa MUI sudah teruji tinta tersebut menggunakan bahan bahan alami. Kondisinya mirip seperti orang yang memakai pacar kuku, meski warna bertahan lama pada kuku, tetapi sifat dari tinta Pemilu tersebut TIDAK menghalangi air sampai ke permukaan kulit.



Penjelasan Tambahan 

✓ Hukum Menghilangkan Tinta yang sulit Dibersihkan.


ضابط العسر قرصه ثلاث مرات مع الاستعانة المتقدمة فلو صبغ شيء بصبغ متنجس ثم غسل المصبوغ حتى صفت الغسالة ولم يبق إلا مجرد اللون حكم بطهارته


Kriteria sulit itu adalah tindakan mengorek sesuatu sebanyak tiga kali disertai dengan bantuan pendahuluan [seperti sabun atau pembersih lainnya]. 


Bila suatu benda dicelup dengan pewarna yang mengandung najis, lalu benda yang dicelup dengan pewarna tersebut dicuci hingga bersih basuhannya dan yang tersisa hanya warnanya, maka benda itu dihukumi suci,” 


(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 46).

____

Ust. Abu Dawood Khudori

https://youtube.com/shorts/jclIdhFa8-M?si=oGZjzfO2hTbpZLhI

0 Komentar